Minggu, 15 April 2012

Puaskan Hobi Batu Mulia di Pasar Rawa Bening

Minggu, 11 Maret 2012 - 09:09 wib
MUUTAWALLI
Pasar batu Akik Rawabening (Foto:Pasha/okezone)
Pasar batu Akik Rawabening (Foto:Pasha/okezone)

ANDA merupakan salah satu penggemar hiasan di tangan atau jari? Apabila iya, penampilan Anda akan makin bersinar dengan batu mulia yang ditawarkan di Pasar Batu Mulia Jakarta Rawa Bening.

Jika bertempat tinggal di Jakarta atau Pulau Jawa, tak perlu terbang ke Martapura untuk mendapatkan koleksi batu mulia. Cobalah berkunjung ke Pasar Batu Mulia Jakarta atau Jakarta Gems Center di Rawabening Jatinegara, Jakarta Timur, yang merupakan salah satu destinasi belanja menarik.

Tepat di seberang Stasiun Jatinegara, Anda akan jumpai pasar modern yang cukup nyaman, yang telah direnovasi dan diresmikan pada 13 Mei 2010. Berbagai batu mulia dari dalam dan luar negeri ada di sana. Nama batu-batu yang jumlahnya mencapai ribuan jenis ini memiliki bermacam sebutan, antara lain arizona stabilized turq, dyed lapis, malachite, tigereye, pendot, citrine, rock crystal, red tigereye, black onix, snowflake, juga leopard skin. Dibanding batu lokal, batu impor mendominasi dagangan di pasar ini.

“Misalnya saja zamrud yang diimpor dari Kolombia dan Rusia, ruby atau yang biasa disebut mirah dari Burma (Myanmar) dan Thailand, serta safir dari Srilanka,” ujar Darto Caswan, Ketua Umum Koperasi Rawa Bening, saat ditemui okezone, baru-baru ini.

Darto mengisahkan, Pasar Rawa Bening memang dikhususkan untuk pedagang dan pengrajin batu mulia. Dan tempat ini, menjadi aset berharga bagi Pemda DKI. Tempat ini sudah dijadikan tujuan wisata untuk memerkenalkan batu-batu khas Indonesia kepada turis asing. Salah satu cara Dinas Pariswisata DKI mempromosikannya adalah dengan membuat brosur yang disebar di kedutaan-kedutaan besar.

Salah seorang pedagang, Siddik, mengucapkan bawah dengan sentra batu akik ini membuahkan hasil lantaran banyak turis asing yang datang. Sayang, krisis moneter dan tragedi bom Bali yang menghentak dunia membuat kedatangan turis asing jadi surut.

“Pedagang-pedagang pun terkena imbasnya. Omzet kami menurun drastis. Meski sekarang situasi sudah membaik, pendapatan kami tetap belum ada setengahnya,” lanjut pria asal Banjarmasin ini.

Pengetahuan Siddik tentang batu mulia sudah ia dapat sejak kecil. Pasalnya, kakek dan orangtuanya juga pedagang batu mulia di Banjarmasin. “Usaha ini sudah turun-temurun di keluarga. Saya pun tahu soal batu mulia dari mereka. Ya, saya learning by doing. Boleh disebut saya paham karena pengalaman saja,” ungkapnya.

Semula, Siddik hanya dagang di rumahnya di kawasan Roxy. Pelanggan yang datang ke rumahnya tahu dari mulut ke mulut. Sejak 10 tahun lalu, Siddik menempati kios di Pasar Rawa Bening yang diberi nama Permata Asafa.

“Sebagian batu yang saya jual sudah bentuk jadi, tapi pembeli juga bisa pesan sesuai selera seperti batu lokal dan impor. Untuk lokal, misalnya saja akik dan kalimaya,” paparnya.

Jenis batu impor di kios Sidik, antara lain ruby, safir, dan zamrud dengan harga bervariasi sesuai kualitasnya, berkisar antara Rp500 ribu hingga Rp5 juta.

“Ada juga, sih, yang di atas Rp 5 juta, tapi peminatnya enggak banyak. Nah, kualitas batu ini dilihat dari bentuk, kebersihan, dan lama batu. Untuk melengkapi dagangan, saya juga menjual batu sintetis yang harganya jauh lebih murah, yaitu di bawah Rp 500 ribu,” beber Siddik yang sering membeli batu dari pedagang Pakistan. “Mereka sering datang ke sini. Tapi, secara berkala saya juga mendatangkan dari luar negeri, misalnya saja dari Thailand dan Srilanka,” tambahnya.

Usaha pria bertubuh tinggi besar ini cukup menjanjikan. Setelah lima tahun dagang, usahanya terbilang maju. "Dua tahun pertama, saya baru cari langganan. Dua tahun berikutnya merawat pembeli. Nah tahun kelima baru berkembang," ujar Siddik yang omzet usahanya rata-rata Rp50 juta per bulan,” ujarnya.

Pembeli Siddik ada dua tipe, yaitu pemakai dan pedagang dari luar kota, antara lain Jambi, Medan, dan Palembang, yang mereka menjual lagi ke daerah asalnya. Khusus pemakai, lanjut Siddik, pembelinya berimbang antara pria dan wanita. Banyak di antara mereka yang datang pada Sabtu dan Minggu.

“Ada yang beli batu untuk kalung, cincin, gelang, dan giwang, bahkan banyak pula yang membeli satu set. Ya, hari-hari libur memang ada peningkatan omzet. Biasanya sih dari Januari sampai Maret agak sepi. Setelah itu, pasar sudah mulai bergerak sampai puasa. Habis Lebaran, biasanya sepi lagi,” jelasnya.

Sementara itu, salah satu pelanggan Agus Salim Samad (40), mengatakan, datang kesana bareng anak untuk menyalurkan hobi mengoleksi batu cincin. “Batu cincin koleksi saya ada empat, seperti merah rot, giok, dan king,” tutupnya.