Selasa, 17 April 2012

Presiden Soekarno

Ir. SOEKARNO

oleh muutawalli

Masa Bakti 1945 -- 1966


Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika..

Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar "Ir" pada 25 Mei 1926.

Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.

Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.

Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.

Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi". (Dari Berbagai Sumber)


Ibunda dan Ayah Soekarno
Nama

Ida Ayu Nyoman Rai

Hubungan

Ibu

Riwayat

ida_nyoman.jpg Ida Ayu Nyoman Rai lahir sekitar tahun 1881 sebagai anak kedua dari pasangan Nyoman Pasek dan Ni Made Liran. Sewaktu kecil orang tuanya memberi nama panggilan “Srimben”, yang mengandung arti limpahan rezeki yang membawa kebahagiaan dari Bhatari Sri. Semasa remaja di Banjar Bale Agung, Nyoman Rai Srimben bersahabat dengan Made Lastri yang kemudian mengenalkannya dengan seorang guru Jawa pendatang bernama R. Soekeni. R. Soekeni akhirnya berhasil membawa lari Nyoman Rai Srimben untuk bersatu menempuh hidup baru dengan perjuangan yang hampir melewati pertumpahan darah. Mereka resmi menikah pada tanggal 15 Juni 1887. Putri pertamanya, Raden Soekarmini (kelak dikenal sebagai Bu Wardoyo) lahir pada tanggal 29 Maret 1898 dan kemudian berpindah ke Surabaya. Di Surabaya inilah pada tanggal 6 Juni 1901 Nyoman Rai Srimben melahirkan “Putera Sang Fajar” atau Soekarno di sebuah rumah kampong sederhana di sekitar Makam Belanda kampong Pandean III Surabaya. Nyoman Rai Srimben mendidik kedua anaknya dengan bekal spiritual Hindu seperti yang pernah dipelajarinya. Enam bulan kemudian Nyoman Rai Srimben harus mengikuti suaminya untuk pindah ke kota kecil kecamatan Ploso (Jombang) dan disinilah ia mengalami penderitaan yang luar biasa karena kedua anaknya sering sakit-sakitan. Karena faktor kesehatan pula, Nyoman Rai Srimben sempat berpisah dengan Soekarno untuk dirawat dan diasuh oleh mertuanya di Tulung Agung. Namun akhirnya Soekarno dapat diasuh kembali ketika ia harus mengikuti suaminya pindah ke Mojokerto. Di Mojokerto pula putri sulungnya menikah dan kemudian tinggal bersama suaminya. Nyoman Rai Srimben sangat bersedih karena harus berpisah dengan anaknya, sebagai pelipur lara ia memfokuskan diri dengan melimpahkan kasih sayangnya kepada Soekarno. Persoalan muncul ketika Srimben dihadapkan pada kepindahan suaminya ke Blitar sekaligus menghadapi kenyataan Soekarno untuk sekolah di Surabaya. Akhirnya ia mengikuti kepindahan suaminya ke Blitar dan Soekarno dititipkan di rumah HOS Cokroaminoto untuk meneruskan sekolah di Surabaya. Di Blitar, Nyoman Rai Srimben tinggal di asrama sekolah yang sekarang menjadi Sekolah Menengah Umum I Blitar dan dipercaya untuk mengelola asrama sekaligus mengurus makan para pelajar yang tinggal di asrama tersebut. Peristiwa yang paling mengharukan di Blitar adalah saat menikahkan Soekarno dengan Utari putri HOS Cokroaminoto namun kemudian Soekarno mohon untuk menceraikan Utari. Perasaan hancur dan sekaligus terharu menyelimuti hati Nyoman Rai Srimben, namun dirinya hanya bisa berkata “pilihlah jalan yang terbaik, dan kalau itu niatmu, silahkan jalani dengan baik”. Rasa terharu kembali terulang ketika di Bandung, putranya Soekarno menulis surat bahwa dirinya akan menikah dengan seorang janda bernama Inggit Ganarsih. Permasalahan lain yang menjadi suka duka adalah berita tentang ditahannya Soekarno di Penjara Sukamiskin Bandung. Nyoman Rai Srimben langsung menuju Bandung dan mendatangi Penjara Sukamiskin dan karena ia buta politik dirinya langsung bertanya kepada petugas rumah tahanan. Bukan jawaban yang diperolehnya melainkan bentakan dan diusir untuk pergi dari rumah tahanan tersebut. Sejak saat itu dendam Nyoman Rai Srimben tidak terbendung, dimanapun berada jika melihat orang Belanda ia memperlihatkan ketidaksukaannya. Di saat yang sama rumahnya di Blitar diawasi karena putranya melawan penjajahan Belanda. Nyoman Rai Srimben menceritakan kejadian yang dialaminya di rumah tahanan sehingga akhirnya R. Soekeni memutuskan untuk pensiun dini sebagai guru dari Kementerian Pendidikan Belanda di Batavia. Memasuki masa pensiun Nyoman Rai Srimben terus mendampingi suaminya di Blitar sambil tetap menunggu surat, berita Koran atau berita burung yang dibawa saudara atau kenalannya tentang putranya Soekarno baik di dalam maupun di luar tahanan. Kehidupan di Blitar kembali bergemuruh ketika Nyoman Rai Srimben mendengar bahwa putranya bercerai dari Inggit dan kemudian menikah dengan Fatmawati, semua beritanya diterima dengan tabah. Hasil pernikahan Soekarno dengan Fatmawati memberikan seorang cucu yang sangat diharapkan oleh Nyoman Rai Srimben dan R. Soekeni. Nyoman Rai Srimben dan R. Soekeni menyaksikan kelahiran cucunya di Jakarta. Kebahagiaan Nyoman Rai Srimben tidaklah lama karena pada saat berjalan-jalan di Jakarta R. Soekeni terjatuh dan sakit keras hingga akhirnya meninggal pada tanggal 8 Mei 1945. Kemudian Nyoman Rai Srimben kembali ke Blitar. Di hari tuanya ketika Soekarno telah menjadi “orang pertama” di Republik Indonesia, Nyoman Rai Srimben tidak pernah mau menginjakkan kakinya di Istana Negara. Nyoman Rai Srimben menjadi pelopor perkawinan campur antar suku, sehingga mungkin memberikan inspirasi kepada Soekarno untuk menyatukan Nusantara menjadi Republik Indonesia. Pada tanggal 12 September 1958, Nyoman Rai Srimben meninggal dunia dan dimakamkan berdampingan dengan makan putranya Soekarno dan suaminya R. Soekeni Sosrodihardjo.

Sumber : Ibu Indonesia Dalam Kenangan oleh Nurinwa Ki S. Hendrowinoto, dkk. Diterbitkan oleh Bank Naskah Gramedia bekerja sama dengan Yayasan Biografi Indonesia, 2004


Nama

R. Soekeni Sosrodihardjo

Hubungan

Ayah

Riwayat

r. soekeni.jpg R. Soekeni sebagai guru sesuai dengan surat pengangkatannya tertagustus 1898 di Surabaya. Tanggal ini berdasarkan tulisan beliau yang bersumber dari buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, karya Cindy Adam. R. Soekeni sebagai guru pemerintah Kolonial Belanda tinggal di kampung Pandean, dan sungai Kali Mas masih berfungsi sebagai jalur transportasi.

Pada tanggal 28 Desember 1901 R. Soekeni menerima besluit untuk di pindah tugas ke kecamatan Ploso di Jombang sebagai Mantri Guru. Lingkungan Ploso pada masa itu masih sangat desa sekali . Selanjutnya pada tanggal 23 Nopember 1907 beliau menerima besluit dari Kementrian Pendidikan Kolonial Belanda di Batavia untuk di pindah tugas ke Sidoarjo kota kecil pada waktu itu yang berjarak sekitar 20 kilometer dari Surabaya.


Pada tanggal 22 Januari 1909 R. Soekeni menerima besluit lagi untuk di pindah tugas ke Mojokerto,selanjutnya di pndah tugas lagi ke Blitar sebagai guru di Normaalschool berdasarkan besluit tertanggal 2 Februari 1915 dari Batavia.


Pada saat ke Jakarta merupakan perjalanan yang terakhir dari R. Soekeni, pada saat itu beliau diminta dating ke Jakarta oleh putranya Soekarno untuk melihat kelahiran Cucunya yang pertama Guntur, saat berjalan jalan menghirup hangatnya udara Jakarta R. Soekeni terjatuh dan sakit keras sampai meninggal pada tanggal 18 Mei 1945.




Istri -Istri Soekarno
Nama

Fatmawati

Hubungan

Istri

Riwayat

fatmawati-ibu-negara.jpg Fatmawati (ada yang berkata nama aslina Fatimah. Red.) lahir pada tanggal 5 Pebruari 1923, dari suami-isteri Hassan Din dan Siti Chatidjah. Tidak memiliki rumah sendiri (dan selalu menyewa atau, menumpang), Hassan Din bukan orang berada. Kemelaratan ini lebih-lebih lagi melanda ketika Hassan Din harus keluar dari Borsumi dan aktif dalam gerakan Muhammadiyah di Bengkulu.

Pernah, ketika masih duduk di kelas II HIS Muhammadiyah, Fatmawati berjualan ketoprak seusai sekolah. "Inilah jalan yang aku tempuh untuk meringankan beban orangtuaku," tulisnya. Usia 12 tahun, sudah bisa dilepas di warung beras ayahnya.


Ketika usianya 15 tahun, Fatmawati bertemu dengan Sukarno. Bahkan seluruh keluarga -- ayah, ibu, Fatma dan adik ayahnya -- naik delman mengunjungi rumah Sukarno di Curup. "Masih kuingat, aku mengenakan baju kurung warna merah hati dan tutup kepala voile kuning dibordir." Pendapat Fatmawati tentang Inggit, yang waktu itu jadi isteri Bung Karno: "Inggit mempunyai pembawaan halus, pandai tersenyum dan gemar makan sirih. Berpakaian rapi, tak banyak reka-reka menurut model sebelum generasiku, memakai gelur bono Priangan. Pada penglihatanku, Ibu Inggit seorang yang tidak spontan, gerak-geriknya hati-hati. Bercakap pun demikian. Matanya kelihatan seakan-akan suka marah dan kesal. Jika orang tak kuat batin, rasanya susah berdekatan dengan beliau


Saat yang paling penting dalam kehidupannya, di saat-saat menjelang proklamasi 17 Agustus 1945, demikian Fatmawati. Ibu Negara ini yang menggunting dan menjahit bendera pusaka yang kini disimpan. Di masa-masa pergolakan ada beberapa catatan penting tentang soal yang bisa saja dianggap remeh-remeh. Misalnya: Kunjungan beliau yang pertama ke luar negeri adalah ke India. Beliau ketika itu memakai perhiasan pinjaman dari isteri Sekretaris Negara, seorang keturunan bangsawan kraton yang kebetulan punya persediaan.


Tentang Yogya - dan Fatma berdiam di gedung yang kini namanya Gedung Negara -- ia menulis: "Satu kali kami menjamu Merle Cochran dengan perabot dan pecah-belah pinjaman dari kiri-kanan dengan protokol `perjuangan`nya." Artinya: protokol yang juga sibuk pinjam taplak meja di rumah lain kalau kebetulan ada tamu negara. Juga protokol yang, tanpa bisa dilihat oleh tamu negara, bersembunyi dan memberi tahukan kepada Bung Karno, kapan dia harus angkat gelas. Istana waktu itu memang bukan Istana yang sekarang.

Fatmawati meninggal pada tahun 1980 dan dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta. Ia adalah istri ke-3 dari Presiden Pertama Indonesia, Soekarno. Ia juga dikenal akan jasanya dalam menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang turut dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945. Dari pernikahananya dengan Soekarno ia dikaruniai 5 orang anak.


Nama

Hartini Soekarno

Hubungan

Istri

Riwayat

hartini-soekarno.jpg Hartini Soekarno, Lahir di Ponorogo Jawa imur pada tanggal 20 September 1924 beragama Islam. Hartini menempuh pendidikan awal di HIS ( Holland Indlands School ) dan terakhir Kelas dua SMA yaitu pada tahun 1942. Wanita Karir di bidang Wiraswasta ini beralamat di Jalan Proklamasi No. 62 di Jakarta Pusat.

Enam belas tahun dalam suka maupun duka, Hartini setia mendampingi suaminya hingga wafat. Resmi menjadi istri Soekarno, setahun setelah pertemuannya yang pertama di Prambanan, Yogyakarta tahun 1952. Ketika itu ia sudah menjadi janda berusia 28 tahun. Dengan suaminya yang pertama, Suwondo, ia dikaruniai lima anak. Menikah dengan Soekarno, ia mendapat dua anak.

Biasa dipanggil Tien, ia anak kedua dari lima bersaudara. Ayahnya, Osan, pegawai kehutanan, mendidiknya secara tradisional. Tidak mengherankan bila Tien berpendidikan formal hanya hingga kelas dua SMA. Pendapatnya tentang istri cukup sederhana. Selain sebagai istri, kita juga adalah ibu, kawan, dan kekasih bagi suami.
Sebagai ibu, menurut Tien, bila suami sakit harus dilayani dengan cermat. Meminumkan obat, memijati, dan mengelusnya hingga terlena. Sebagai kawan, di mana dan kapan pun, patut mengimbangi pembicaraannya. Ia banyak membaca dan rajin mengumpulkan informasi, agar mampu menjadi kawan bicara yang baik dan bijak.
Awet muda dan tampak cantik dalam usia 60 tahun. Rahasia kecantikan Hartini, setiap bangun pagi ia segera minum segelas air putih dan olah raga ringan. Juga minum jamu ramuan sendiri berupa kunyit, daun asam, temu, asem kawak, daun beluntas, dan gula merah, yang direbusnya. Ia minum jamu dua kali sehari dan tidak makan yang amis, seperti ikan dan telur.


Nama

Inggit Garnasih

Hubungan

Istri

Riwayat

inggit-garnasih-edit.jpg Sudah lama jalan Ciateul berganti nama menjadi jalan Ibu Inggit Garnasih. Siapakah dia? Berikut satu artikel yang saya temukan.
Bung Karno dan H. Agus Salim, mereka berpolemik panjang lebar soal poligami. Bung Karno tidak setuju karena dianggapnya poligami adalah perendahan harkat dan martabat kaum perempuan sebaliknya Agus Salim setuju karena pengertian beliau yang mendalam. Beberapa tahun kemudian mereka bertemu, Bung Karno istrinya banyak sementara Agus Salim tetap beristri satu.
Akhirnya segala sesuatu dikembalikan pada niatnya, yang luar biasa adalah istri Bung Karno, Ibu Inggit. Apabila Bung Karno api maka Inggit kayu bakarnya. Inggit menghapus keringat ketika Soekarno kelelahan, Inggit menghibur ketika Soekarno kesepian. Inggit menjahitkan ketika kancing baju Soekarno lepas, Inggit hadir ketika Soekarno muda membutuhkan kehangatan perempuan baik sebagai Ibu maupun teman. Inggit bagi Soekarno laksana Khadijah bagi Muhammad. Bedanya Muhammad setia hingga Khadijah meninggal sedangkan Soekarno kawin lagi, melangkah ke gerbang istana dan Inggit pulang ke Bandung, menenun sepi.
Dalam kamus hidupnya hanya ada kata memberi tak ada kata meminta. Inggit menjual bedak, meramu jamu dan menjahit kutang untuk nafkah keluarga, sementara Soekarno seperti singa yang mengaum dari satu podium ke podium berikutnya, pikirannya tercurah untuk pergerakan, Inggit yang setia mencari uang. Inggit mencinta karena cinta, tanpa pamrih tanpa motivasi. Suatu malam di jalan Jaksa, kedua pasang mata bertemu, Soekarno berkata “Aku cinta padamu”. Inggit tersipu menunduk dalam-dalam sambil mempermainkan ujung kebaya. Itulah cinta yang dibawakan Inggit dengan mesra, tanpa suara tanpa kata-kata, tanpa bahasa. Kejadian yang sangat lazim dan sederhana tetapi merupakan kejadian penting yang terlupakan oleh segenap bangsa.
Inggit menemani Soekarno yang terlunta-lunta di pembuangan. Jauh di Pulau Ende lalu di Bengkulu, Inggit tetap menemani, merupakan batere bagi kehidupan Soekarno yang menderita. Tetapi di ujung masa penjajahan Soekarno berkata pada Inggit, “Euis, aku akan menikah lagi supaya punya anak seperti orang-orang lain.”
“Kalau begitu antarkan saja aku ke Bandung!” jawab Inggit.
“Tidak begitu, maksudku engkau akan tetap jadi istri utama. Jadi first lady seandainya kita nanti merdeka.”
“Tidak, antarkan saja aku ke Bandung.” jawab Inggit lagi.
Akhirnya Soekarno mengantar Inggit ke Bandung. Kembali tinggal di jalan Tjiateul dan Soekarno balik ke Jakarta. Dalam kesepiannya Inggit selalu berdoa bagi kebaikan Soekarno. Inggit kembali menjual bedak, meramu jamu dan menjahit kutang sebagai nafkah.
Dagangannya dititipkan di toko Delima. Inggit tidak mengeluh. tidak menangis. Demikianlah cinta Inggit pada Soekarno. Cinta semata-mata karena cinta. Tidak luka ketika dilukai dan tidak sakit ketika disakiti, tanpa pamrih tanpa motivasi.
Siang itu aku lewat di Jl. Ciateul yang sibuk dan panas, yang sekarang dinamakan Jl Inggit Garnasih. Tampak sebuah rumah lama dicat baru, katanya disitu dulu Inggit tinggal dan akan dijadikan museum. Aku tengok isinya … kosong melompong. Tak ada yang ditinggalkan oleh Inggit selain satu pelajaran tentang CINTA.

Sumber dan referensi lain (tidak semua terkait langsung):

The Egocentric blog
Media Indonesia Online
Arsip Debritto
Sinar Harapan
Review tentang Bung Karno dari Malaysia
Artikel majalah Times 10 Maret 1958



Nama

Ratna Sari Dewi Soekarno

Hubungan

Istri

Riwayat

dewi-1.jpg Ratna Sari Dewi yang berdarah Jepang bernama asli Naoko Nemoto, merupakan istri kelima dari mantan presiden Republik Indonesia yang pertama yaitu Ir. Soekarno, wanita kelahiran Tokyo, 6 Februari 1940. Yang dinikahi oleh Soekarno pada tahun 1962 itu terdaftar dengan nama lengkap Ratna Sari Dewi Soekarno yang beralamat di Shibuya-Ku, Kamiyama-Cho, 31-1, Tokyo.
Bagaimana pula dengan Naoko Nemoto? Dialah geisha yang begitu sempurna di mata Sukarno. Kecantikannya begitu mempesona, sehingga tak kuasa Sukarno meredam hasrat cintanya yang berkobar-kobar. Gadis Jepang ini lahir tahun 1940, sebagai anak perempuan ketiga seorang pekerja bangunan di Tokyo. Ia lahir dari keluarga sederhana, sehingga Naoko harus bekerja sebagai pramuniaga di perusahaan asuransi jiwa Chiyoda, sampai ia lulus sekolah lanjutan pertama pada tahun 1955.
Setahun kemudian, ia mengundurkan diri, dan menekuni profesi geisha Akasaka’s Copacabana yang megah, salah satu kelab malam favorit yang sering dikunjungi para tamu asing. Ke kelab inilah Sukarno datang pada 16 Juni 1959. Bertemu Naoko, dan jatuhlah hatinya. Setelah itu, Bung Karno masih bertemu Naoko dua kali di hotel Imperial, tempat Bung Karno menginap. Akan tetapi, versi lain menyebutkan, pertemuan keduanya terjadi setahun sebelumnya, di tempat yang sama.
Usai lawatan dua pekan, Bung Karno kembali ke Jakarta. Tapi sungguh, hatinya tertinggal di Tokyo… hatinya melekat pada gadis cantik pemilik sorot mata lembut menusuk, sungging senyum yang lekat membekas. Seperti biasa, Bung Karno mengekspresikan hatinya melalui surat-surat cinta. Cinta tak bertepuk sebelah tangan. Isyarat itu ia tangkap melalui surat balasan Naoko.
Tak lama, Bung Karno segera melayangkan undangan kepada Naoko untuk berkunjung ke Indonesia. Sukarno bahkan menemaninya dalam salah satu perjalanan wisata ke Pulau Dewata. Benih-benih cinta makin subur bersemi di hati keduanya. Terlebih ketika Naoko menerima pinangan Bung Karno, dan mengganti namanya dengan nama pemberian Sukarno. Jadilah Naoko Nemoto menjadi Ratna Sari Dewi. Orang-orang kemudian menyebutnya Dewi Soekarno.
Tanggal pernikahan keduanya, ada dua versi. Satu sumber menyebut, keduanya menikah diam-diam pada tanggal 3 Maret 1962, bersamaan dengan peresmian penggunaan nama baru: Ratna Sari Dewi berikut hak kewarganegaraan Indonesia. Sumber lain menyebut mereka menikah secara resmi bulan Mei 1964. Agaknya, sumber pertamalah yang benar.
Lepas dari kapan Bung Karno menikahi Ratna Sari Dewi, akan tetapi, cinta Bung Karno kepadanya begitu meluap-luap. Jika ia bertestamen agar dimakamkan di sisi makam Hartini, maka terhadap Ratna Sari Dewi, Bung Karno bertestamen agar dimakamkan dalam satu liang.
Faktanya, Hartini dan Ratna Sari Dewi yang begitu terlibat secara emosional pada hari terakhir kehidupan Bung Karno. Hartini yang setia mendampingi di saat ajal menjemput. Hartini pun tahu, dalam keadaan setengah sadar di akhir-akhir hidupnya, Bung Karno membisikkan nama Ratna Sari Dewi. Hal itu diketahui pula oleh Rachmawati.
Rachmawati, salah satu putri Bung Karno yang paling intens mendampingi bapaknya di akhir hayat, luluh hatinya. Tak ada lagi rasa “tak suka” kepada Hartini maupun Ratna Sari Dewi. Rachma sadar, ayahnya begitu mencintai Hartini dan Dewi, sama seperti besarnya cinta Bung Karno kepada Fatmawati, ibunya.
Buah asmara Bung Karno – Ratna Sari Dewi adalah seorang gadis cantik yang diberinya nama Kartika Sari Dewi atau akrab disapa Karina. Bung Karno sempat menimang bayi Kartika, meski jalan hidupnya tak memungkinkan untuk mendampinginya tumbuh menjadi gadis cantik, cerdas dengan jiwa sosial yang begitu tinggi. (roso daras)






Anak-Anak Soekarno

Nama

Diah Pramana Rachmawati Soekarno

Hubungan

Anak

Riwayat

rachmawati.jpg Diah Pramana Rachmawati Soekarno, Lahir di Jakarta pada tanggal 27 September 1950, beragama Islam
Anak ke tiga dari pasanggan Soekarno dan Fatmawati, menikah dengan Dicky Suprapto pada tahun 1978.
Pendidikan SD dan SMP Perguruan Cikini, Jakarta, SMA Santa Ursula, Jakarta, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (tidak selesai, 1969)
Karir Ketua Gerakan Pemuda Marhaen (GPM), Pengurus Yayasan Bung Karno, Ketua Umum Yayasan Pendidikan Soekarno. Alamat Rumah : Jalan Tebet Utara 1 F/15, Jakarta Selatan, Telp : 021-823631
Alamat Kantor : Kantor YPS Jalan Senopati 74, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
BIOGRAFI
Diah Pramana Rachmawati Soekarnoputri, anak ketiga dari lima bersaudara ini aktif mengabadikan nama Soekarno, presiden pertama RI. Ia ingin meneruskan cita-citanya dengan turut menciptakan masyarakat adil makmur. Ketika almarhumah ibunya, Fatmawati meninggalkan istana sebagai protes atas pernikahan presiden Soekarno dengan Hartini, ia masih berusia tiga tahun pada tahun 1953. Sejak itu ia lebih dekat dengan ayahnya. Ia diasuh oleh ibu angkatnya, Ibu Hadi, wanita asal Solo, Jawa Tengah.

Di SD, kemudian SMP, Diah belajar menari Jawa, Sunda, dan Sumatera. Olah raganya anggar, renang, dan bulu tangkis. Semula ia bercita-cita ingin menjadi dokter, tetapi ia lulus dari SMA jurusan sosial dan akhirnya ia kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1969.

Diah kini aktif di banyak kegiatan. Ibu tiga anak ini sering menulis. Ia juga mengurusi organisasi Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM), Yayasan Bung Karno, dan Yayasan Pendidikan Soekarno (YPS), serta pendiri Universitas Bung Karno (UBK) pada tahun 1981.



Nama

Karina Kartika Sari Dewi Soekarno

Hubungan

Anak

Riwayat

karina-edit.jpg Karina Kartika Sari Dewi Soekarno, lahir di Tokyo, Jepang pada tanggal 11 Maret 1967, adalah putri dari pasangan mantan Presiden Indonesia pertama, Soekarno dan istrinya Ratna Sari Dewi Soekarno.

Kartika dibesarkan di Paris, lalu bekerja sebagai wartawan televisi di Tokyo dan kemudian di biro periklanan di New York, dan kemudian di sebuah yayasan di Amerika Serikat sebelum mendirikan KSF (Kartika Soekarno Foundation) yang bertujuan untuk mengembankan pendidikan anak-anak di Indonesia. Ia menikah dengan Presiden Citibank Eropa, Frits Frederik Seegers yang dari Belanda pada 2 Desember 2005.


Karina dibesarkan oleh Ibu Dewi di Montainge Avenue, kota Paris, Perancis. Kala itu Dewi Sukarno sedang menyelamatkan dirinya dengan cara menetap di luar negeri. Sebagai salah satu saksi hidup peristiwa G30S, Dewi merasa terancam, yang mennyebabkannya memilih untuk menetap di luar negeri. Kartika pernah bersekolah di Perancis, lalu ia meneruskan sekolahnya di Switzerland.

Kelulusan Karina membawanya kembali ke negeri sakura, Jepang. Di Jepang, Karina bekerja sebagai seorang wartawan televisi Tokyo. Kepindahan Ratna Sari Dewi ke Amerika Serikat turut membawa Karina. Kali ini karina bekerja di biro periklanan di Kota New York. Selama berada di Amerika Sarikat, Karina juga pernah bekerja di sebuah yayasan swasta.
Pengalaman yang diperolehnya membuat Karina mendirikan yayasannya sendiri, yaitu Kartika Soekarno Foundation (KSF) yang bergerak di pendidikan dasar, kebudayaan, dan kesejahteraan ibu-anak Indonesia. Kantor pusat yayasan Kartika Sari ada di Amsterdam, Negeri Belanda. Karina sudah banyak memberikan bantuannya pada sekolah – sekolah di Indonesia. Melalui Kartika Sari Foundationnya, dia mengulurkan bantuannya untuk beberapa sekolah di Jawa, antara lain ada di Kebumen, Solo serta kota di mana ayahandanya dimakamkan, Blitar.
Di bulan Septermber 1999, Karina mengunjungi beberapa posyandu di Subang, Jawa Barat. Ia juga mempresentasikan keadaan yang ada di hadapan anggota United States National Committee yang menumbuhkan rasa simpati atas kondisi yang ada di Indonesia.
Karina juga pernah menggalang dana untuk pendidikan anak – anak Indonesia melalui sebuah acara amal yang bertajuk Bali Night. Acara yang juga didukung oleh penyanyi Mick Jagger, Donna Karan dan Oliver Stone berhasil mengumpulkan danasebesar 180.000 USD. Dana tersebut diserahkan pada Unicef guna pendidikan anak – anak Indonesia melalui program Indonesia Relief Education Campaign Preventing a Lost Generation.
Agustus 2002, Karina kembali ke Jakarta guna menjalankan program Unicef yang sama, yakni program Indonesia Relief Education Campaign Preventing a Lost Generation. Bersama seorang model dari Belanda, Annette Laurer dan dua pejabat United States National Committee, Donna Blackwell dan Lisa Szarkowski serta journalis Eliza McCarthy mengunjungi sejumlah posyandu di Jakarta serta mengunjungi proyeknya di Semarang City yang bertajuk “School Based Management Project”. Selanjutnya mereka terbang ke Yogyakarta, mengunjunga proyek anak jalanan Jogja. Kedatangan mereka disambut oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X di Keraton Yogyakarta.
Pada tahun 2005, Karina menikah dengan Presiden Citibank Eropa, yang berasal dari Belanda, Frits Frederik Seegers, di Hotel Intercontinental Amstel, Amsterdam. Keduanya mendapatkan seorang anak laki-laki bernama Frederik Kiran Soekarno Seegers.
Juli 2008 lalu, Karina beserta suami dan anaknya bertandang ke Yogyakarta. Di Solo, Karina mendapatkan gelar kebangsawanan dari Keraton Surakarta. Karina merasa tersanjung tasa gelar yang diterimanya. Menurut Karina, gelar ini semakin membuatnya bersemangat dalam menjalankan misi KSFnya. Turut menghadiri Wisuda Prince Henry D’Arenberg dan Princess Diane D’Arenberg dari Beligia.
Ratna Sari Dewi Soekarno (ラトナ・サリ・デヴィ・スカルノRatona Sari Devi Sukaruno)
Sumber: fadelmuhammad.wordpress.com


Nama

Mohammad Guruh Irianto

Hubungan

Anak

Riwayat

guruh_soekarnoputra.jpg Nama asli: Mohammad Guruh irianto
Nama popular : Guruh Soekarnoputro
Temapat Lahir: Jakarta
Tanggal: 13 Januari 1953
Zodiak: Copricorn
Pekerjaan: Seniman, Politikus
Guruh Sukarno Putra lahir di Jakarta, 13 Januari 1953 dengan nama Mohammad Guruh Irianto Sukarnoputra. Anak bungsu dari pasangan Ir. Soekarno, presiden Indonesia pertama dengan Fatmawati, dikenal sebagai seniman dan juga politikus.Guruh kecil menyukai kesenian dan sastra di usia lima tahun sudah belajar menari Jawa, Sunda, Bali membentuk Band Bocah dan bermain Piano serta mementaskan tariannya di atas pangung. Guruh remaja pada tahun1965 membentuk band The Beat G, dan baru bisa merilis album perdananya, GURUH GYPSI pada tahun 1975 yang berisi musik dengan paduan gamelan Bali. Tanggal 27 Maret 1977 Guruh mendirikan SWARA MAHARDDHIKA, meski kemudian pada tahun 1987 berubah menjadi YAYASAN SWARA MAHARDDHIKA. Tahun 1989 Guruh mendirikan PT. GENCAR SEMARAK PERKASA (GSP). Ekspresi seninya itu kemudian ditunjukan dalam Pergelaran Karya Cipta Guruh Soekarno Putra I pada tahun 1979. Kemudian pada tahun 1980 Pergelaran Karya Cipta Guruh Soekarno Putra II UNTUKMU INDONESIKU dan memproduksi film semi-dokumenter UNTUKMU INDONESIAKU. Pergelaran Karya Cipta Guruh Soekarno Putra III CINTA INDONESIA serta pada tahun 1986 Pergelaran Karya Cipta Guruh Soekarno IV GILANG INDONESIA GEMILANG. Pada tahun 1987 menggelar pertunjukkan kolosal JAK JAK JAK JAKARTA dalam rangka ulang tahun Jakarta ke 462 tahun serta Pergelaran Kolosal GEMPITA SWARA MAHARDDHIKA dalam rangka 10 tahun Swara Mahardika. Perannya dalam perfilman ditunjukan Guruh di belakang layar, menjadi ilustrator musik film seperti ALI TOPAN ANAK JALANAN, GITA CINTA DARI SMA, PUSPA INDAH TAMAN HATI, namun Guruh juga pernah berperan sebagai Sunan Muria dalam film SEMBILAN WALI tahun 1985.Prestasinya diukir dalam bentuk, komposisi lagu berjudul RENJANA dalam Festival Lagu Populer Tingkat Nasional tahun 1976, serta mewakili Indonesia di World Popular Song Festival di Tokyo Jepang dan meraih Kawakami Award dan Audience Selections Award dengan lagu KEMBALIKAN BALIKU, yang juga menang dalam festival lagu popular Tingkat Nasional tahun 1987, dan pernah mendapat penghargaan ilustrasi musik dalam Festival film Indonesia 1978 di Ujung Pandang.