Rabu, 18 April 2012

Tertawa Bersama Bung Karno 2

HU024594


Presiden Juga Bisa Minta Ma’af

Pernah suatu hari di Jakarta, BK marah sekali. Delapan orang pengawal dikumpulkan lalu ditempeleng satu per satu. “Saya mohon Bapak sabar dulu …,” kata Mangil, salah satu korban kemarahan. Belum sampai habis bicara, BK membentak Mangil, “Diam!” Anggota pengawal yang baru saja menerima hadiah bogem mentah itu saling melihat satu sama lain dan semua ketawa kecil.

Setelah kembali ke istana, Bung Karno memanggil Mangil, dan berkata, “Mangil, kau mau tidak memaafkan Bapak? Bapak meminta maaf kepada anak buahmu. Ternyata Bapak berbuat salah kepada anak buahmu.”

“Tidak apa-apa, Pak,” jawab Mangil. Kemudian Bung Karno merangkul Mangil. Belakangan diketahui, BK telah menerima laporan yang salah dari orang lain mengenai salah satu anak buah Mangil.

Banyolan Pengawal Pribadi

Seperti biasanya Bung Karno pergi sore hari bersama Ibu Fatmawati dengan mobil. Mobil Bung Karno di garasi tidak dapat distarter oleh Pak Arif, sopirnya. Begitu tutup mesinnya dibuka, ternyata accu-nya tidak ada.

Accu mobil dipakai oleh ajudannya tanpa memberi tahu terlebih dahulu kepada Pak Arif dan tanpa seizin Bung Karno. BK pun marah. Anggota pengawal pribadi tak berani berkutik. Mereka malah bersikap sempurna dengan berdiri tegap, juga tidak berani bergerak sedikit pun, kecuali matanya yang kedap­kedip, sehingga BK tertawa melihatnya.

Prihatin Yang Memprihatinkan

Biasanya, kalau BK sedang marah, tidak ada yang berani menghadap, kecuali Prihatin, salah seorang anggota Polisi Pengawal Pribadi Presiden. Ketika makan bersama di Istana Tampaksiring di Bali, BK berkata, “Kamu orang itu terlalu. Kalau saya sedang marah, selalu Prihatin yang kau suruh menghadap. Dia sering saya semprot dan saya tahu dia tidak salah. Saya merasa kasihan sama Prihatin. Besok kalau saya ke luar negeri, Prihatin akan saya ajak. Lha mbok kalau saya sedang marah, yang disuruh menghadap saya seorang wanita cantik dengan membawa map surat-surat yang harus saya tanda tangani, ‘kan saya tidak jadi marah. Jullie te erg. Lagi-lagi Prihatin yang datang!” Betul saja, waktu BK pergi ke Kanada, Prihatin diajak.

Kaca Mata

BK juga pernah marah sekali dan berkata, “Godverdomme. Saya tidak akan berangkat kalau kacamata Bapak tidak ada.” Saat itu BK hendak membaca surat dalam perjalanan dari istana ke lapangan terbang Kemayoran. Ternyata kacamatanya tertinggal di istana.

Radio Kenangan

Suatu pagi Bung Karno jalan kaki mengelilingi istana. Dari arah kamar ajudan presiden, ia mendengar suara radio diputar keras. Ia bertanya kepada seorang pengawalnya, “Siapa itu yang nyetel radio keras-keras?” Polisi pengawal menjawab, bahwa radio itu ada di dalam kamar ajudan. Sang presiden masuk ke ruang ajudan itu, dan berkata, “Kunnen jullie niet leven zonder radio?” (Tidak dapatkah kalian hidup tanpa radio [keras-keras]). Kebetulan yang ada di ruang itu Kapten Andi Jusuf, yang dijadikan umpan oleh Gandhi dan Mangil.