Kata Mutiara Bung Karno 3
Tentang keadilan
• Maka karena itu jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat dan mencintai rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechvaardigheid ini yaitu bukan saja persamaan politik, harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama.
[Pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945]
• Apakah kita mau Indonesia MERDEKA, yang kaum Kapitalnya merajalela ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua cukup
makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku
oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang dan pangan?.
[Pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945]
• Saya katakan bahwa cita-cita kita dengan keadilan sosial ialah satu
masyarakat yang adil dan makmur, dengan menggunakan alat-alat
industri, alat-alat tehnologi yang sangat modern. Asal tidak dikuasai
oleh sistem kapitalisme.
[Pancasila sebagai dasar negara hlm. 115 ]
• Sosialisme berarti adanya paberik yang kolektif: Adanya industrialisme
yang kolektif. Adanya produksi yang kolektif. Adanya distribusi yang
kolektif. Adanya pendidikan yang kolektif.
[Kepada bangsaku, hlm. 381]
• Dalam hubungan Internasionalpun kemerdekaan merupakan suatu
jembatan, suatu jembatan untuk perjuangan bangsa-bangsa bagi
persamaan derajat untuk pembentukan bangsa-bangsa dan negaranegara
sehingga sanggup berdiri di atas kaki Beograd, politis,
ekonomis,………”
[KTT NON BLOK Beograd, 1- 9 - 1961]
• Masyarakat keadilan sosial bukan saja meminta distribusi yang adil,
tetapi juga adanya produksi yang secukupnya.
[Pidato HUT Proklamasi, 1950]
• Seorang Marhaen adalah orang yang mempunyai alat yang sedikit.
Bangsa kita yang puluhan juta jiwa yang sudah dimelaratkan, bekerja
bukan untuk orang lain dan tidak ada orang bekerja untuk dia.
Marhaenisme adalah Sosialisme Indonesia dalam praktek.
[Bung Karno penyambung lidah rakyat, hlm. 85]
• Untuk menjadi “padang usaha” industrialisme, seluruh daerah
Indonesia harus “Ekonomis” satu, dan supaya ekonomisnya menjadi
satu, maka seluruh daerah Indonesia itu “Polltis” harus menjadi satu
pula.
[Kepada bangsaku, hlm. 395]
• Saya teringat akan apa yang dikatakan oleh Perdana Menteri Kim Il
Sung di tahun 1947: “In order to build a democratic state, the
foundation of an independent economy of the nation must be
established ……… without the foundation of an independent economy,
we can either attain independence, nor found the state, nor subsist”.
• “Untuk membangun suatu Negara yang Demokratie, maka satu
ekonomi yang Merdeka harus dibangun. Tanpa ekonomi yang
Merdeka, tak mungkin kita mencapai kemerdekaan, tak mungkin kita
tetap hidup”.
[Pidato HUT Proklamasi, 1963]
• Rakyat padang pasir bisa hidup-masa kita tidak bisa hidup! Rakyat
Mongolia (padang pasir juga) bisa hidup masa kita tidak bisa
membangun satu masyarakat adil-makmur gemah ripah loh jinawi, tata
tentram kertaraharja, di mana si Dullah cukup sandang, cukup pangan,
si Sarinem cukup sandang, cukup pangan? Kalau kita tidak bisa
menyelenggarakan sandang-pangan di tanah air kita yang kaya ini,
maka sebenarnya kita Beograd yang tolol, kita Beograd yang maha
tolol.
[Pidato Konperensi Kolombo Plan di Yogyakarta th. 1953]
• Ekonomi Indonesia akan bersifat Indonesia, sistem politik Indonesia
akan bersifat Indonesia masyarakat kami akan bersifat Indonesia, dan
semuanya itu akan didasarkan kokoh kuat atas warisan kulturil dan
spiritual bangsa kami Beograd. Warisan itu dapat dipupuk dengan
bantuan dari luar, dari seberang lautan, akan tetapi bunganya dan
buahnya akan memiliki sifat-sifat kami Beograd. Maka janganlah tuantuan
mengharapkan, bahwa setiap bentuk bantuan yang tuan berikan
akan menghasilkan cerminan dari diri tuan-tuan Beograd.
[Pidato HUT Proklamasi, 1963]
• Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan
mengemis, kita tidak akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan
itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu ! Lebih baik makan
gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi budak.
[Pidato HUT Proklamasi, 1963]
• Gemah ripah loh jinawi, tata tentram kerta raharja, para kawula iyeg
rumagang ing gawe, tebih saking laku cengengilan adoh saking juti.
Wong kang lumaku dagang, rinten dalu tan wonten pedote, labet
saking tan wonten sansayangi margi. Subur kang sarwa tinandur,
murah kang sarwa tinuku. Bebek ayam raja kaya enjang medal ing
panggenan, sore bali ing kandange dewe-dewe. Ucapan-dalang dari
bapaknya-embahnya-buyutnya-canggahnya, warengnya-udeg-udegnyagantung
siwurnya. Bekerja bersatu padu, jauh daripada hasut, dengki,
orang berdagang siang malam tiada hentinya, tidak ada halangan di
jalan. Inipun menggambarkan cita-cita sosialisme.
[Pidato Hari Ibu 22 Desember 1960]
• Dan sejarah akan menulis: di sana di antara benua Asia dan Australia,
antara Lautan Teduh dan Lautan Indonesia, adalah hidup satu bangsa
yang mula-mula mencoba untuk kembali hidup sebagai bangsa, tetapi
akhirnya kembali menjadi satu kuli di antara bangsa-bangsa kembali
menjadi : een natie van koelies, en een kolie onder de naties. Maha
Besarlah Tuhan yang membuat kita sadar kembali sebelum kasip.
[Pidato HUT Proklamasi, 1963]
• Suatu bangsa hanyalah menjadi kuat kalau patriotismenya meliputi
patriotisme ekonomi. Ini memang jalan yang benar kearah kekuatan
bangsa, jalan yang jujur, jalan yang tepat.
[Pidato HUT Proklamasi, 1963]
• Kalau bangsa bangsa yang hidup di padang pasir yang kering dan
tandus bisa memecahkan persoalan ekonominya kenapa kita tidak?
Kenapa tidak? Coba pikirkan !
1. Kekayaan alam kita yang sudah digali dan yang belum digali, adalah
melimpah-limpah.
2. Tenaga kerjapun melimpah-limpah, di mana kita berjiwa 100 juta
manusia.
3. Rakyat indonesia sangat rajin, dan memiliki ketrampilan yang sangat
besar, Ini diakui oleh semua orang di luar negeri.
4. Rakyat memiliki jiwa Gotong-royong, dan ini dapat dipakai sebagai
dasar untuk mengumpulkan Funds and forces.
5. Ambisi daya cipta Bangsa Indonesia sangat tinggi di bidang politik
tinggi, di bidang sosial tinggi, di bidang kebudayaan tinggi, tentunya
juga di bidang ekonomi dean perdagangan.
6. Tradisi Bangsa lndonesia bukan tradisi, “tempe”. Kita di zaman
purba pernah menguasai perdagangan di seluruh Asia Tenggara,
pernah mengarungi lautan untuk berdagang sampai ke Arabia atau
Afrika atau Tiongkok.
[Pidato HUT Proklamasi, 1963]